Kamis, 24 Mei 2012

Gagal Ginjal Kronik


2.1 Batasan
Gagal ginjal kronik adalah penurunan fungsi ginjal yang bersifat persesisten dan irreversibel. Gangguan fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan ringan, sedang dan berat. (1)
2.2 Anatomi Ginjal (1)
Ginjal adalah sepasang organ yang berlokasi di ruang retroperitoneal. Ginjal tertelak antara bagian terbawah vertebra thorakal 11 dan bagian teratas dan vertebra lumbal 3, dengan ginjal kanan lebih rendah daripada yang kiri. Pada orang dewasa, masing-masing ginjal beratnya 15 g, mewakili 0,4% dan total berat tubuh.
Ginjal terdiri dari korteks dan medula. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papil di kaliks minor. Beberapa kaliks minor bersatu membentuk kaliks mayor yang selanjutnya bersatu hingga membentuk pelvis ginjal. Pada daerah korteks terdapat glamerolus, tubulus kontortus proksimal dan distal sedangkan daerah medula penuh dengan percabangan pembuluh darah dalam arteri dan vena renalis, ansa henle dan duktus koligentes.
Struktur yang menonjol pada ginjal adaiah nefron. Kira-kira berjumlah 1,3 x 10. Tiap nefron terdiri atas glomerulus dan serangkaian tubulus. Glomerolus didarahi oleh sistem kapiler bertekanan tinggi yang menghasilkan ultra filtrat dan plasma. Fitrat yang terkumpul dalam kapsul Bowman mengalir melalui tubulus kontortus
proksimal, ansa henle dan tubulus kontortus distal, dan kemudian mengalir lewat kumpulan tubulus kedalam piala ginjal dan dibuang sebagai urin.
2.3 Fisiologi Ginjal (1)
Fungsi ginja terutama untuk rnembersihkan darah dari zat-zat yang tidak diperlukan tubuh terutama hasil-hasil metabolisme protein. Proses ini dilakukan melalui beberapa mekanisme yaitu:
-          Filtrasi plasma di glomerolus
-          Reabsorbsi terhadap zat-zat yang masih diperlukan tubuh di tubulus
-          Sekresi zat-zat tertentu di tubulus.
Jadi urin yang terbentuk dari hasil akhir adalah resultan filtrasi + sekresi-reabsorbsi.
a. Filtrasi glomerolus
Pembentukan kemih dimulai dengan proses filtrasi plasma pada glomerolus. Aliran darah ginjal (renal blood flow) adalah sekitar 25% dari darah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Proses filtrasi pada glomerulus dinamakan ultra filtrasi glomerolus karena filtrasi primer mengandung kmposisi sama seperti plasma kecuali tanpa protein. Sel-sel darah dari molekul-molekul besar seperti protein secara efektif tertahan oleh pori-pori membran filtrasi sedangkan air dan solut dari molekul yang lebih kecil dapat tersaring dengan mudah, Saat filtrat mengalir melalui tubulus, ditambahkan dan diambil berbagai zat dari filtrat sehingga akhirnya hanya sekitar 1,5 1/hari yang diekresi sebagai kemih.
b. Reabsorbsi dan sekresi tubular
Setelah filtrasi, langkah kedua proses pembentukan kemih adalah reabsorbsi selektif zat-zat yang sudah difiltrasi. Karena kapiler glomerolus mempunyai pori-pori yang besar (70 nm), beberapa zat dengan bobot molekul dibawah 60.000 disaring masuk ke dalam kapsul bowman. Beberapa zat yang tersaring seperti glukosa dan asam amino yang penting bagi tubuh, diserap kembali oleh tubulus. Sebaliknya, ammonia (NH3) sisa metabolisme asam amino, berdifusi melalui sel ke filtrat dimana amonia ini bereaksi dengan H+ untuk membentuk NH+H4 yang tidak berdifusi dan kemudian diekskresikan.
Untuk mempermudah reabsorbsi air pasif dan untuk memelihara homeostasis, berbagai elektrolit dalam filtrat glomerolus diserap kembali hampir seluruhnya atau sampai batas tertentu seperti reabsorbsi Na, fosfor dan bikarbonat (HCO3-). Selain itu, K dan H disekresikan oleh tubulus.
2.4 GAGAL G1NJAL KRONIK (1,2)
2.4.1 Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dan 50 ml/menit.
2.4.2 Aspek Epidemiologi
Gagal ginjal kronik tergolong jenis penyakit dengan gejala yang kurang jelas khususnya dalam stadium awal, sehingga tidak jarang penderita sudah datang dalam stadium lanjut. Penyakit ini mengenai semua golongan umur, baik pria maupun wanita tanpa memandang stadium ekonomi.
Pada studi USRD (United States Renal Disease) memperkirakan bahwa tahun 1989 pasien gagal ginjal kronik tahap akhir sekitar 45.000 pasien dan tahun 1998 jumlahnya meningkat menjadi 80.000. Dari laporan Yayasan Ginjal Nasional Amerika didapatkan bahwa lebih dan 260.000 orang Amerika menderita penyakit gagal ginjal kronik dan membutuhkan mesin ginjal buatan (dialisis) atau cangkok ginjal agar dapat bertahan hidup. Penelitian di RSUP Manado sejak Januari 1995-Desember 1999 juga didapatkan bahwa gagal ginjal kronik merupakan penyakit kedua terbanyak dari sepuluh penyakit terbanyak di ruang rawat inap Bagian Ilmu Penyakit Dalam (7) Sedangkan di RSUP dr. Soetomo Surabaya selama tahun 1996-1998 didapatkan 281 penderita gagal ginjal kronik.
2.4.3 Etiologi gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang disebabkan oleh hilangnya sejumlah besar nefron fungsional yang bersifat irreversibel.
 Pada umumnya gagal ginjal kronik dapat terjadi akibat gangguan pembuluh darah, glomerolus, tübulus, intersisium ginjal dan traktus urinarius bagian bawah. 
2.4.4 Penilaian gagal ginjal
Glomerular Filtration Rate (GFR) merupakan indeks terbaik untuk menentukan fungsi ginjal. Penurunan atau GFR yang rendah adalah indeks yang digunakan pada penyakit ginjal kronik. GFR tidak dapat diukur secara langsung. Untuk penentuan GFR banyak dikenal pengukuran klirens yang sangat akurat dengan menggunakan senyawa eksogen seperti insulin, senyawa yag bertanda radioaktif dan iohexol. Namun pemeriksaan klirens dengan senyawa eksogen tersebut lambat, agak rumit, membutuhkan banyak tenaga dan mahal. Untuk mendapatkan metode yang tidak terlalu rumit dan lebih cepat telah digunakan penanda endogen. Pemeriksaan kreatinin klirens dan kreatinin serum merupakan penanda yang sangat umum digunakan saat ini.
Pemeriksaan konsentrasi kreatinin serum sangat mudah, murah dan secara klinis sangat berguna untuk menilai LFG (fungsi ginjal). LFG dapat dihitung dengan formula Cockroft-Gault, yaitu:
Namun pemeriksaan kreatinin serum mempunyai keterbatasan diantaranya adalah kurangnya sensivitas untuk mengukur kerusakan fungsi ginjal dan tidak mampu mendeteksi perubahan GFR yang cepat.
2.4.5 Perjalanan umum gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronik terjadi karena hilangnya sejumlah besar nefron fungsional yang bersifat irreversibel. Penurunan jumlah nefron funsional itu akan menurunkan pula laju filtrasi glomerolus (6).
Menurut Lorraine M. Wilson (1997) perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat pula dibagi menjadi tiga stadium, yaitu:
Stadium I. Penurunan cadangan ginjal
Selama stadium I, kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN) normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan mengadakan tes LFG yang teliti.
Stadium II: Insuffisiensi ginjal
Pada stadium ini lebih dari 75 % jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besamya 25 % dari normal). Kadar BUN mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum juga mulai meningkat melebihi kadar normal.
Stadium III. Gagal ginjal stadium akhir (ESRD) atau uremia
Timbul apabila sekitar 90 % dari masa nefron telah hancur atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai GFR (Glomerular Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal dan bersihan kreatinain mungkin sebesar 5-10 ml permenit atau kurang. Pada keadaan ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat menyolok sebagai respon terhadap LFG yang menurun. Penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit dalam tubuh.
Meskipun dibagi dalam tiga stadium ini, tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-stadium tersebut.
2.4.6 Patofisiologi gagal ginjal kronik
Ada dua peningkatan teoritis yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi pada gagal ginjal kronis, yaitu:
1. Sudut pandang tradisional
Mengatakan bahwa semua unit nefron telah terserang penyakit, namun dalam stadium yang berbeda-beda dan bagian-bagian spesifik dari nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia akan timbul bilamana jumlah nefron sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
2. Hipotesis nefron yang utuh atau hipotesis Brecker
Menurut hipotesis ini bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal, Uremia akan timbul bilamana jumlah nefron sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
2.4.7 Gejala klinis gagal ginjal kronis
Gagal ginjal kronik disertai sekelompok tanda dan gejala dengan atau tanpa penurunan curah urin, tetapi selalu disertai dengan konsentrasi urea dan kreatinin serum yang meningkat.
Pada gagal ginjal kronis, gejalanya berkembang secara perlahan dan gejalanya kurang jelas terutama pada stadium awal, hanya bisa ditemukan dengan pemeriksaan laboratorium (15) Namun, bila GFR telah menurun 5-10 % dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka pasien akan menderita apa yang disebut sebagai sindrom uremik.
 Sindrom uremik adalah suatu komplek gejala yang disebabkan oleh penumpukan toksin uremik yang tidak berhasil dikeluarkan dari tubuh akibat menurunnya faal ginjal. Pada uremia lanjut, maka sebagian fungsi dari hampir semua sistem organ tubuh dapat menjadi abnormal.
2.4.8 Pemeriksaan laboratorium pada gagal ginjal kronik
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronis, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat gagal ginjal kronis, , tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus. Dari pemeriksaan laboratorium yang mendekati laju filtrasi glomerulus adalah pemeriksaan tes klirens kreatinin (TKK). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan rutin apalagi pada fasilitas rawat jalan.
Penemuan laboratorium. yang paling khas pada penderita gagal ginjal kronik adalah peningkatan kadar ureum, kreatinin darah serat asam metabolik seperti asam urat Bila laju filtrasi glomerolus turun seperti pada insufisiensi ginjal, kadar BUN dan kreatinin plasma akan meningkat. Keadaan ini dikenal sebagai azotemia (penimbunan zat nitrogen dalam darah). Kreatinin darah dinilai lebih sensitif dan merupakan indikator penyakit ginjal yang lebih spesifik.
2.4.9 Pemeriksaan penunjang pada GGK
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratoriurn maupun radiologi.
a. Pemeriksaan radiologi
Menilai keadaan ginjal dan membantu diagnosis suatu penyakit
  1. Renogram: untuk mendiagnosa fungsi ginjal.
  2. Foto Polos Abdomen: menilai bentuk dan besar ginjal, gambaran ureter, kandung kemih dan melihat adanya kalsifikasi atau obstruksi.
  3. Ultrasonografi: menilai besar dan bentuk ginjal, tebal kortek ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomis sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
  4. Pielografi Intravena (PTV): untuk melihat gambaran kortek ginjal, fungsi kaliks, pelvis, dan ureter
  5. Pielografi Retrograd: dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel atau bila hasil PIV tidak jelas
  6. Pemeriksaaan EKG: untuk melihat kemungkinan hipertyrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis aritmia dan gangguan elktrolit
  7. Pemeriksaan foto dada: dapat dilihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), effusi pleura, kardiomegali dan effusi perikardial.
  8. Perneriksaan radiologi tulang: untuk mencari osteodistrofi (terutama phalang atau jari) dan kalsifikasi metastatik.
b. Biopsi ginjal
Dilakukan bila ada keraguan diagnostik gagal ginjal kronik atau perlu diketahui etiologinya.
2.4.10 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Pengobatan gagal ginjal terdiri dan 2 tahap:
Konservatif
Penatalaksanaan konservatif GGK berrnanfaat bila penurunan faal ginjal masih ringan (11) Tujuan dari penatalaksanaan konservatif adalah untuk mencegah progresivitas penurunan ginjal sedini mungkin, meringankan keluhan dan gejala uremik dengan mempertahankan metabolisme tubuh yang optimal. Dengan demikian, dapat mmgurangi frekuensi dialisis atau menunda waktu penatalaksanaan secara teknik (2).
Pada penatalaksanaan secara konservatif diet rendah protein, kalori dan diet rendah fosfat hendaknya mendapatkan perhatian yang seksama karena diharapkan dapat menurunkan angka kematian akibat katabolik (2)
Teknik
Tahap ini dimulai pada saat tindakan konservatif tidak lagi efektif. Pada keadaan ini terjadi gagal ginjal terminal. Laju infiltrasi glomerulus biasanya kurang dan 2 ml/menit, dan satu-satunya pengobatan yang efektif adalah dialisis intermiten atau tranplantasi ginjal (1)
Dialisis juga diperlukan bila ditemukan keadaan dibawah ini:
-          Asidosis metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat, hiperkalemia yang tidak dapat diatasi dengan obat.
-          Overload cairan (udem paru)
-          Ensefalopati uremik, penurunan kesadaran
-          Efusi epikardial
-          Sindroma uremia: mual, muntah anoreksia, neuropati yang memburuk Prognosis
Penyakit Gagal Ginjal kronik
Prognosis GGK kurang baik karena dapat menyebabkan kematian akibat komplikasi infeksi yang berat, kelainan metabolik, kelebihan cairan, dan hipertensi yang tidak terkendali. Bila disertai keadaan hiperkatabolik angka kematian berkisar antara 50-90%. Sedangkan bila tanpa hiperkatabolik sekitar 20-40%. Selain itu prognosis tergantung pada faktor lain seperti infeksi, lamanya fase oligouria, usia lanjut dan penyebab primer.
Namun seiring dengan perkembangan teknik dialisis dan transplantasi ginjal selama 2 tahun terakhir ini, harapan hidup pasien mungkin dapat diperpanjang bertahun-tahun lagi.
2.5 Diagnosis
Berdasarkan anamnesa dapat ditentukan kecendrungan diagnosa, misalnya terdapat riwayat penyakit nokturtiria, poliuria dan haus disertai hipertensi dan riwayat penyakit ginjal, lebih mungkin dipikirkan kearah gagal ginjal kronik. Tanda-tanda uremia klasik dengan kulit pucat, atropi dengan bekas garukan dan leukopenia tidak terjadi seketika dan jarang ditemukan pada gagal ginjal akut (3).
  1. Ilmu Penyakit Dalam, edisi II, Jilid I, FKUI, Jakarta, 1987.
  1. Mansyoer, A., Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, jilid I, Media Aeskulapius , FKUI, Jakarta, 2001.
  1. Gerald. K., MC, Evoy Pharm D, AHFS, Drugs Information, 1999.
  1. Dollery, S.C., Therapeutic Drugs, Vol 1, Part 1, Churchill Livingstone, London, 1991.
  1. Havas Medimedia Indonesia Pte. Ltd. MIMS,Annual Indonesia, Sari Husada, Jakarta, 2000.
  1. United Stated Pharmacopeia Comvention, The United States Pharmacopeia, Drug Information for Health Care Profesional, 14th ed, The United state Pharmacopeial Conventional mc, Rockville, 1996.
  1. Pedoman Diagnosa dan Terapi. Ilmu Penyakit Dalam. Dr. Soetomo, Surabaya.