Kamis, 24 Mei 2012

Hipertensi Emergensi


2.1 Definisi
            Definisi hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. (1,2,3)

2.2 Etiologi (1,2,3,6)
            Berdasarkan penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1.      Hipertensi essensial atau hipertensi primer yang tidak diketahui penyebabnya ,disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat sekitar 90 % kasus. Banyak faktor  yang mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf  simpatis, sistem renin angiostensin, defek dalam eksresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serat polistemia.
2.      Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifiknya tidak diketahui, seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.
2.3 Manifestasi Klinis
            Peninggian tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian gejala baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing (1,3).
2.4 Pemeriksaan Penunjang
            Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer pelengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, koleterol total, kolesterol HDL dan EKG) (1).
            Sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti klirens kreatinin, protein urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi.
2.5 Diagnosis
            Diagnosis hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat ditetapkan setalah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda, kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersnadar setalah beristirahat selam 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai (menutupi lengan 80 % lengan). Tensimeter dengan air raksa masih tetap dianggap sebagi alat ukur yang terbaik (1,4).
            Anamnese yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan gejala penyakit-penyakit yang berkaitan, seperti penyakit jantung koroner, gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab hipertensi, perubahan aktiviatas / kebiasaan (seperti merokok) konsumsi makanan, riwayat obat-obat bebas, hasil dan efek samping terapi atau hipertensi sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial lingkungan (keluarga, pekerjaan, dan sebagainya) (1,4).
            Dalam pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan kontralateral. Dikaji perbandingan berat badan dan tinggi pasien. Kemudian dilakukan pemeriksaan funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati hipertensif, pemeriksaan leher untuk mencari bising karotid.Pembesaran vena dan kelenjer tiroid. Dicari tanda-tanda gangguan irama dan denyut jantung, pembesaran ukuran, bising, derap, dan bunyi jantung ketiga atau empat. Paru diperiksa untuk mencari ronki dan bronkospasme. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari adanya massa, pembesaran ginjal dan pulsasi aorta yang abnormal. Pada ekstremitas dapat ditemukan pulsasi arteri perifer yang menghilang, edema dan bising. Dilakukan juga pemeriksaan neurologi (1,4).

2.6 Penatalaksaan
            Untuk mencegah atau mengurangi komplikasi hipertensi, maka pendekatan terapi mengacu pada Guidelines Management of Hipertension dari WHO. Dalam petunjuk tersebut mengenai saat untuk memulai terapi, dan jenis terapi yang diberikan harus sesuai dengan pembagian hipertensi berdasarkan faktor resiko, kerusakan organ sasaran dan kondisi klinik terkait. Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan darah dalam batas normal dan mengontrol faktor resiko dengan cara modifiksi gaya hidup atau dengan disertai pemberian obat antihipertensi (1,3,5).
            Modifikasi gaya hidup merupakan cara teraman dan termurah dalam mengatasi hipertensi. Penderita hipertensi yang disertai dengan penyakit kencing manis (DM), kerusakan organ target atau dengan kondisi klinik terkait (penyakit jantung, ginjal, serebrovaskuler) sudah harus diterapi dengan obat antihipertensi  (OAH). Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan melalui langkah-langkah : menurunkan berat badan bila berlebih (indeks massa tubuh ≥ 27), membatasi alkohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30 -45 menit / hari), mengurangi asupan natrium / garam (< 100 mmol Na / 2,4 g Na / 6 g NaCl perhari ), mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90 mmol/ hari), mempertahankan asupan kalsium dan magnesium secara adekuat, berhenti merokok, dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan (1,3,5).
            Prinsip pemberian obat antihipertensi adalah dengan memakai dosis awal yang kecil terlebih dahulu, lalu secara bertahap ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan usia. Saat ini telah ada obat yang berisi kombinasi dari dua obat yang berlainan dengan dosis yang rendah dan terbukti kombinasi ini dapat meningkatkan efektivitas dari masing-masing obat dan yang lebih penting lagi dapat mengurangi efek samping. Pada beberapa penderita kemungkinan pengobatan dapat dimulai dengan dua obat sekaligus. Obat-obat anti hipertensi (OAH) antara lain golongan diuretik, ACEI, Antagonis Ca, β-bloker dan α- bloker. Penentuan jenis dan dosis harus dikonsultasikan oleh dokter yang menanganinya pada saat pemeriksaan rutin dan diminum secara teratur (1,3,5).
            Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat, yaitu apabila tekanan distolik sama atau lebih 130 mmHg atau kenaikan tekanan darah yang mendadak tinggi. Komplikasi serebrovaskuler dan komplikasi jantung sering ditemukan disamping adanya komplikasi pada organ-organ sasaran utamanya yaitu, jantung, ginjal, mata dan susunan saraf pusat. Pada jantung menyebabkan gagal jantung, pada ginjal menyebabkan gagal ginjal, pada mata menyebabkan retinopati dan pada susunan saraf pusat menyebabkan stroke (1,5).
            Walaupun penyakit ini tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan melalui modifikasi maupun gaya hidup serta atau tanpa pengobatan. Oleh karena itu penting bagi penderitanya untuk memeriksakan diri dan melaksanakan pengobatan secara teratur, dan yang penting bagi yang belum menderita dengan pencegahan sedini mungkin melalui gaya hidup yang sehat (1,5).

1.      Mansjoer, A., Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid I, Media Esculapius, Jakarta 2000

2.      Katzung, B.G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Buku 1, Penerjemah Bagian Farmakologi FKUI, Salemba Medika, Jakarta, 2001

3.      Bagian Farmakologi Universitas Indonesia, Farmakologi dan Terapi, Edisi IV (dengan perbaikan), Universitas Indonesia, 1995

4.      Lab / UPF Ilmu Penyakit Dalam, Pedoman Diagnosa dan Terapi Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Dr. Sutomo, Surabaya, 1994

5.      Livingstone, C., Clinical Pharmacy and Therapeutic, Longman Singapore Publisher, Singapore, 1994

Tidak ada komentar: