Sabtu, 05 Mei 2012

Toksisitas Etanol


 Etanol
            Etanol adalah bahan cairan yang telah lama digunakan sebagai obat dan merupakan bentuk alkohol yang terdapat dalam minuman keras seperti bir, anggur, wiskey maupun minuman lainnya. Etanol merupakan cairan yang jernih tidak berwarna, terasa membakar pada mulut maupun tenggorokan bila ditelan. Etanol mudah sekali larut dalam air dan sangat potensial untuk menghambat sistem saraf pusat terutama dalam aktifitas sistem retikular. Aktifitas dari etanol sangat kuat dan setara dengan bahan anastetik umum. Tetapi toksisitas etanol relatif lebih rendah daripada metanol ataupun isopropanol.

Mekanisme toksisitas
            Secara pasti mekanisme toksisitas etanol belum banyak diketahui. Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa etanol berpengaruh langsung pada membran saraf neuron dan tidak pada sinapsisnya (persambungan saraf). Pada daerah membran  tersebut etanol mengganggu transport ion. Pada penelitian invitro menunjukkan bahwa ion Na+, K+- ATP ase dihambat oleh etanol. Pada konsentrasi 5 – 10% etanol memblok kemampuan neuron dalam impuls listrik, konsentrasi tersebut jauh lebih tinggi daripada konsentrasi etanol dalam sistem saraf pusat secara invivo.
            Pengaruh etanol pada sistem saraf pusat berbanding langsung dengan konsentrasi etanol dalam darah. Daerah otak yang dihambat pertama kali ialah sistem retikuler aktif. Hal tersebut menyebabkan terganggunya sistem motorik dan kemampuan dalam berpikir. Disamping itu pengaruh hambatan pada daerah serebral kortek mengakibatkan terjadinya kelainan tingkah laku. Gangguan kelainan tingkah laku ini bergantung pada individu, tetapi pada umumnya penderita turun daya ingatnya. Gangguan pada sistem saraf pusat ini sangat bervariasi biasanya berurutan dari bagian kortek yang terganggu dan merambat ke bagian medula (lihat Tabel 1).
Tabel 1. Gejala yang diakibatkan oleh toksisitas etanol
Gejala klinis
Konsentrasi alkohol dalam darah (%)
Bagian otak yang terkena
1.      Ringan.
-          Penglihatan menurun
-          Reaksi lambat
-          Kepercayaan diri meningkat
0,005 – 0,10
Lobus depan
2.      Sedang
-          Sempoyongan
-          Berbicara tidak menentu
-          Fungsi saraf motorik menurun
-          Kurang perhatian
-          Diplopia
-          Gangguan persepsi
-          Tidak tenang
0,15 – 0,30

Lobus parietal

Lobus ocipitalis



Serebellum
3.      Berat
-          Gangguan penglihatan
-          Depresi
-          Stupor
0,30 – 0,50

Lobus ocipitalis
Serebellum
Diencephalon
4.      Koma
- Kegagalan pernafasan
0,50
Medulla
Sumber: Gossel and Bricker, 1984

Absorpsi
            Karena sifat etanol yang mudah larut dalam air dan lemak, penghantar listrik yang lemah, ukuran molekul yang relatif kecil, maka etanol mudah sekali masuk melalui membran sel dengan difusi. Alkohol mudah sekalit diabsorpsi melalui dinding gastrointestinal, terutama bila kondisi lambung yang kosong. Tetapi lokasi yang efisien dalam penyerapan etanol ialah didalam usus kecil dan kurang efisien di dalam lambung dan usus besar. Walaupun etanol mempunyai berat molekul yang kecil, agak lama etanol terlarut dalam lemak dan proses pelarutannya adalah secara difusi pasif. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi proses absorpsi ini yaitu:
-          Kondisi lambung dalam keadaan kosong atau berisi. Hal ini sangat penting dalam pengaturan absorpsi alkohol. Pada lambung keadaan kosong, absorpsi sempurna terjadi dalam waktu 1 atau 2 jam, tetapi pada lambung keadaan berisi penuh makanan absorpsi terjadi sampai 6 jam.
-          Komposisi larutan etanol yang diminum. Minuman bir lebih lambat diabsorpsi dari pada anggur (wine) dan anggur lebih lambat daripada spiritus. Pada umumnya minuman keras yang mengandung karbon diabsorpsi lebih cepat, karena senyawa karbon dioksida (CO2) dapat mengambil alih isi lambung.

Distribusi
            Setelah diabsorpsi, alkohol kemudian didistribusikan kesemua jaringan dan cairan tubuh serta cairan jaringan. Keseimbangan terjadi diantara cairan jaringan, darah dan kompartemen jaringan itu sendiri. Disamping itu etanol sangat mudah sekali menembus jaringan otak dan plasenta. Akhir-akhir ini yang menjadikan perhatian adalah ibu hamil yang menjadi peminum minuman keras yang mengandung alkohol dan pengaruhnya terhadap fetus yang dikandungnya. Distribusi alkohol antara alveoler paru dengan darah sangat bergantung pada kecepatan difusi, tekanan gas dan konsetrasi alkohol dalam kapiler paru. Rasio distribusi antara alveoler paru dengan darah adalah 1:2100.
            Seorang peneliti Swedia mengembangkan metoda untuk memperkirakan jumlah alkohol yang diperlukan sehingga dapat terdeteksi dalam darah.
Formulanya adalah:
A=WrCT / 0,8
Dimana: A= etanol (ml) yang diminum
            W= berat badan (g)
            r= rasio distribusi etanol: pria= 0,68 dan wanita= 0,55
            CT= konsentrasi alkohol dalam darah
            0,8= berat jenis alkohol
r: dihitung dari persentase alkohol dalam tubuh dibagi persentase alkohol dalam darah
r= % alkohol dalam tubuh : % alkohol dalam darah
Penetapan rasio distribusi untuk pria = 0,68 dan wanita = 0,55, disebabkan karena wanita biasanya kurang kendungan airnya dalam tubuh, tetapi lebih besar kandungan jaringan lemaknya.
            Pada pria dengan berat badan sekitar 68,1 Kg meminum minuman keras sekitar 30 ml yang mengandung 50% etanol (whiskey) atau setara dengan 360 ml beer yang mengandung 5% etanol. Setelah semua diabsorpsi tubuh ternyata kandungan alkohol dalam darah ialah:
0,025% (2,5 mg%), perhitungaanya adalah sebagai berikut:
A=WrCT/0,8= 68,100X0,68X0,025% : 0,8= 11,58/0,8
A= sekitar 15 ml
            Sedangkan untuk memperkirakan kandungan alkohol dalam darah (KAD), untuk orang yang beratnya sekitar 150 pond, atau kandungan alkohol dalam minuman keras sekitar 50%, maka KAD menjadi cukup proporsional. Dengan formulasi dibawah ini akan dapat diperkirakan jumlah KAD maksimum.
150/bb X %EtOH/50 X Juml. Alk. Yang diminum (ons) X 0,025%= KADmaks
            Pada kasus overdosis teanol akut, kadang formula tersebut diatas sangat berguna untuk memperkirakan KAD dari si penderita, bilamana diketahui jumlah minuman keras yang diminum. Sehingga jumlah ini dapat diperkirakan dengan melihat gejala yang timbul dari si penderita (Walgreen, 1970).

Metabolisme
            Mengetahui proses metabolisme etanol sangat berguna untuk meramalkan atau menangani suatu kasus toksisitas etanol. Sekitar 90-98% etanol yang diabsorpsi dalam tubuh akan mengalami oksidasi oleh enzim. Biasanya sekitar 2-10% diekskresikan tanpa mengalami perubahan, baik melalui paru maupun ginjal. Sebagian kecil dikeluarkan melalui keringat, air mata, empedu, cairan lambung dan air ludah. Tetapi perlu diingat bahwa konsentrasi alkohol selalu sama dengan kandungan cairan jaringan atau disebut cairan tubuh.
            Proses oksidasi enzimatik etanol pertama terjadi dalam hati kemudian dalam ginjal. Proses metabolisme melibatkan tiga jenis enzim. Pada proses pertama etanol dioksidasi menjadi acetaldehyd oleh enzim “alkohol dehydrogenase” dan memerlukan kovaktor NAD (nicotinamid adenin dinucleotida). Enzim alkohol dehydrogenase dalam hati adalah enzim yang tidak spesifik, enzim ini juga mengubah alkohol primer lainnya menjadi aldehyd, begitu juga pada alkohol sekunder dan keton.
            Pada tahap kedua acealdehyd diubah menjadi asam asetat oleh enzim aldehyd dehydrogenase juga dibantu oleh kovaktor NAD. Tahap berikutnya diubah lagi menjadi acetyl coenzim A (CoA), yang kemudian CoA masuk kedalam siklus Krebs dan mengalami metabolisme menjadi CO2 dan H2O (Gambar 2.1).

C2H5OH + NAD+ alkohol-dehydrogenase(ADH)->CH3CHO +NADH
Etilalkohol---------------------------àacetaldehyd

CH3CHO + NAD+ aldehyd-dehydrogenase__àCH3COOH + NADH
Acetaldehyd-----------------------àasam asetat
                                                                        CoA
                                                            AsetylCoA
                                                                        àsiklus Krebs
                                                            CO2 H2O

Gambar 2.1. Proses biokimiawi metabolisme etanol

            Proses metabolisme etanol mengakibatkan terjadinya pengubahan NAD menjadi reduksi NAD (NADH). Hal tersebut menyebabkan penurunan rasio antara NAD:NADH di dalam hati, sehingga terjadi gangguan metabolisme karbohidrat (energi), karena intoksikasi dari etanol. Misalnya terjadinya gejala hipoglikemia setelah terjadi intoksikasi alkohol secara kronis ataupun akut. Walaupun terjadi gangguan metabolisme yang disebabkan  keracunan etanol sangat komplek, tetapi dapat diduga bahwa hambatan proses glukoneogenesis oleh etanol adalah akibat dari kekurangan NAD. Oleh sebab itu asam amino yang biasanya masuk kedalam jalur glikolisis dan siklus asam trikarboksilat (TCA) berubah kelain jalur. Sebagai akibatnya terjadi penurunan kandungan oksaloasetat dan pyruvat dan terjadi penimbunan laktat dan ketoasit. Juga terjadi reduksi dalam metabolisme gliserol yang mengakibatkan terjadinya penimbunan lemak didalam hati.

Gejala klinis
            Gejala yang menciri dari keracunan etanol sangat bervariasi dari yang sifatnya ringan yaitu ataxia (sempoyongan) sampai berat yaitu koma (tidak sadarkan diri). Pada intoksikasi yang berat, penderita menunjukkan gejala stuppor (tidak bereaksi) atau menjadi koma. Kulit teraba dingin, bau nafas tercium alkohol, suhu tubuh dan frekwensi nafas menurun, kadang denyut jantung meningkat. Kejadian koma karena keracunan alkohol biasanya KAD nya mencapai 300 mg% atau 0,3 %. Pada konsentrasi kurang dari 100 mg%, lobus frontal otak terpengaruh sehingga tidak berfungsi.
            Gejala subyektif termasuk peningkatan percaya diri “tidak mengikuti peraturan” dan daya penglihatan menurun. Bila KAD meningkat dari 0,1% menjadi 0,2%, lobus parietal otak terpengaruh. Pada kondisi tersebut terjadi penurunan daya syaraf motorik, bicara terbata-bata, tremor dan ataksia. Bila KAD mencapai 0,3% akan berpengaruh terhadap serebelum dan juga lobus osipitalis dan serebelum. Pada kondisi ini penderita akan terganggu keseimbangannya dan persepsinya. Bilamana KAD mencapai LD50 (sekitar 0,45-0,5%), penderita akan koma, pernafasan sesak, pembuluh darah tepi (perifer) tidak berfungsi. Pada konsisi tersebut bagian medula otak terpengaruh dan kondisi menjadi sangat kritis.

Pengobatan
            Pasien penderita intoksikasi yang berat, tubuhnya harus dijaga selalu hangat dan isi perut harus segera dikeluarkan. Prioritas pertama yang dilakukan ialah dengan pemvberian pernafasan buatan, diberikan infus 10-50% dextrosa secara intravena untuk menjaga kadar glukosa darah. Pemberian sodium bikarbonat cukup baik sebgai antidotum untuk mencegah terjadinya asidosis. Perlakuan hemodialisis diperlukan bila KAD mencapai 0,4%.
(Drh. Darmono MSc.)

Tidak ada komentar: