2.1 Batasan
Gagal ginjal kronik adalah
penurunan fungsi ginjal yang bersifat persesisten dan irreversibel. Gangguan
fungsi ginjal adalah penurunan laju filtrasi glomerulus yang dapat digolongkan
ringan, sedang dan berat. (1)
2.2 Anatomi Ginjal (1)
Ginjal adalah sepasang organ
yang berlokasi di ruang retroperitoneal. Ginjal tertelak antara bagian terbawah
vertebra thorakal 11 dan bagian teratas dan vertebra lumbal 3, dengan ginjal
kanan lebih rendah daripada yang kiri. Pada orang dewasa, masing-masing ginjal
beratnya 15 g, mewakili 0,4% dan total berat tubuh.
Ginjal terdiri dari korteks
dan medula. Tiap ginjal terdiri atas 8-12 lobus yang berbentuk piramid. Dasar
piramid terletak di korteks dan puncaknya yang disebut papil di kaliks minor.
Beberapa kaliks minor bersatu membentuk kaliks mayor yang selanjutnya bersatu
hingga membentuk pelvis ginjal. Pada daerah korteks terdapat glamerolus,
tubulus kontortus proksimal dan distal sedangkan daerah medula penuh dengan
percabangan pembuluh darah dalam arteri dan vena renalis, ansa henle dan duktus
koligentes.
Struktur yang menonjol pada
ginjal adaiah nefron. Kira-kira berjumlah 1,3 x 10. Tiap nefron terdiri atas
glomerulus dan serangkaian tubulus. Glomerolus didarahi oleh sistem kapiler
bertekanan tinggi yang menghasilkan ultra filtrat dan plasma. Fitrat yang
terkumpul dalam kapsul Bowman mengalir melalui tubulus kontortus
proksimal, ansa henle dan tubulus kontortus
distal, dan kemudian mengalir lewat kumpulan tubulus kedalam piala ginjal dan
dibuang sebagai urin.
2.3 Fisiologi Ginjal (1)
Fungsi ginja terutama untuk
rnembersihkan darah dari zat-zat yang tidak diperlukan tubuh terutama
hasil-hasil metabolisme protein. Proses ini dilakukan
melalui beberapa mekanisme yaitu:
-
Filtrasi plasma di glomerolus
-
Reabsorbsi terhadap zat-zat
yang masih diperlukan tubuh di tubulus
-
Sekresi
zat-zat tertentu di tubulus.
Jadi urin yang terbentuk dari hasil akhir adalah
resultan filtrasi + sekresi-reabsorbsi.
a. Filtrasi glomerolus
Pembentukan kemih dimulai
dengan proses filtrasi plasma pada glomerolus. Aliran darah ginjal (renal blood
flow) adalah sekitar 25% dari darah jantung atau sekitar 1200 ml/menit. Proses
filtrasi pada glomerulus dinamakan ultra filtrasi glomerolus karena filtrasi
primer mengandung kmposisi sama seperti plasma kecuali tanpa protein. Sel-sel
darah dari molekul-molekul besar seperti protein secara efektif tertahan oleh
pori-pori membran filtrasi sedangkan air dan solut dari molekul yang lebih
kecil dapat tersaring dengan mudah, Saat filtrat mengalir melalui tubulus,
ditambahkan dan diambil berbagai zat dari filtrat sehingga akhirnya hanya
sekitar 1,5 1/hari yang diekresi sebagai kemih.
b. Reabsorbsi
dan sekresi tubular
Setelah filtrasi, langkah
kedua proses pembentukan kemih adalah reabsorbsi selektif zat-zat yang sudah
difiltrasi. Karena kapiler glomerolus mempunyai pori-pori yang besar (70 nm),
beberapa zat dengan bobot molekul dibawah 60.000 disaring masuk ke dalam kapsul
bowman. Beberapa zat yang tersaring seperti glukosa dan asam amino yang penting
bagi tubuh, diserap kembali oleh tubulus. Sebaliknya, ammonia (NH3)
sisa metabolisme asam amino, berdifusi melalui sel ke filtrat dimana amonia ini
bereaksi dengan H+ untuk membentuk NH+H4 yang tidak
berdifusi dan kemudian diekskresikan.
Untuk mempermudah reabsorbsi
air pasif dan untuk memelihara homeostasis, berbagai elektrolit dalam filtrat
glomerolus diserap kembali hampir seluruhnya atau sampai batas tertentu seperti
reabsorbsi Na, fosfor dan bikarbonat (HCO3-). Selain itu, K dan H
disekresikan oleh tubulus.
2.4 GAGAL G1NJAL KRONIK (1,2)
2.4.1 Definisi
Gagal ginjal kronik (GGK)
adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang
bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut. Hal ini terjadi
apabila laju filtrasi glomerular (LFG) kurang dan 50 ml/menit.
2.4.2 Aspek Epidemiologi
Gagal ginjal kronik tergolong
jenis penyakit dengan gejala yang kurang jelas khususnya dalam stadium awal,
sehingga tidak jarang penderita sudah datang dalam stadium lanjut. Penyakit ini
mengenai semua golongan umur, baik pria maupun wanita tanpa memandang stadium
ekonomi.
Pada studi USRD (United States
Renal Disease) memperkirakan bahwa tahun 1989 pasien gagal ginjal kronik tahap
akhir sekitar 45.000 pasien dan tahun 1998 jumlahnya meningkat menjadi 80.000.
Dari laporan Yayasan Ginjal Nasional Amerika didapatkan bahwa lebih dan 260.000
orang Amerika menderita penyakit gagal ginjal kronik dan membutuhkan mesin
ginjal buatan (dialisis) atau cangkok ginjal agar dapat bertahan hidup.
Penelitian di RSUP Manado sejak Januari 1995-Desember 1999 juga didapatkan
bahwa gagal ginjal kronik merupakan penyakit kedua terbanyak dari sepuluh
penyakit terbanyak di ruang rawat inap Bagian Ilmu Penyakit Dalam (7) Sedangkan
di RSUP dr. Soetomo Surabaya selama tahun 1996-1998 didapatkan 281 penderita
gagal ginjal kronik.
2.4.3 Etiologi gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronik merupakan
suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang disebabkan oleh hilangnya sejumlah
besar nefron fungsional yang bersifat irreversibel.
Pada umumnya gagal ginjal kronik dapat terjadi
akibat gangguan pembuluh darah, glomerolus, tübulus, intersisium ginjal dan
traktus urinarius bagian bawah.
2.4.4 Penilaian gagal ginjal
Glomerular Filtration Rate
(GFR) merupakan indeks terbaik untuk menentukan fungsi ginjal. Penurunan atau
GFR yang rendah adalah indeks yang digunakan pada penyakit ginjal kronik. GFR
tidak dapat diukur secara langsung. Untuk penentuan GFR banyak dikenal
pengukuran klirens yang sangat akurat dengan menggunakan senyawa eksogen
seperti insulin, senyawa yag bertanda radioaktif dan iohexol. Namun pemeriksaan
klirens dengan senyawa eksogen tersebut lambat, agak rumit, membutuhkan banyak
tenaga dan mahal. Untuk mendapatkan metode yang tidak terlalu rumit dan lebih
cepat telah digunakan penanda endogen. Pemeriksaan kreatinin klirens dan
kreatinin serum merupakan penanda yang sangat umum digunakan saat ini.
Pemeriksaan konsentrasi
kreatinin serum sangat mudah, murah dan secara klinis sangat berguna untuk
menilai LFG (fungsi ginjal). LFG dapat dihitung dengan formula Cockroft-Gault,
yaitu:
Namun pemeriksaan kreatinin
serum mempunyai keterbatasan diantaranya adalah kurangnya sensivitas untuk
mengukur kerusakan fungsi ginjal dan tidak mampu mendeteksi perubahan GFR yang
cepat.
2.4.5 Perjalanan umum gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronik terjadi
karena hilangnya sejumlah besar nefron fungsional yang bersifat irreversibel.
Penurunan jumlah nefron funsional itu akan menurunkan pula laju filtrasi
glomerolus (6).
Menurut Lorraine M. Wilson (1997) perjalanan umum gagal
ginjal progresif dapat pula dibagi menjadi tiga stadium, yaitu:
Stadium I. Penurunan
cadangan ginjal
Selama stadium I, kreatinin
serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN) normal dan penderita asimptomatik.
Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan memberi beban kerja
yang berat pada ginjal seperti tes pemekatan kemih yang lama atau dengan
mengadakan tes LFG yang teliti.
Stadium II:
Insuffisiensi ginjal
Pada stadium ini lebih dari 75
% jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besamya 25 % dari normal). Kadar BUN
mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini
berbeda-beda tergantung dari kadar protein dalam diet. Kadar kreatinin serum
juga mulai meningkat melebihi kadar normal.
Stadium III. Gagal
ginjal stadium akhir (ESRD) atau uremia
Timbul apabila sekitar 90 %
dari masa nefron telah hancur atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih
utuh. Nilai GFR (Glomerular Filtration Rate) hanya 10 % dari keadaan normal dan
bersihan kreatinain mungkin sebesar 5-10 ml permenit atau kurang. Pada keadaan
ini kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat menyolok sebagai respon
terhadap LFG yang menurun. Penderita mulai merasakan gejala-gejala yang cukup
parah karena ginjal tidak sanggup lagi mempertahankan homeostatis cairan dan
elektrolit dalam tubuh.
Meskipun dibagi dalam tiga
stadium ini, tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara
stadium-stadium tersebut.
2.4.6 Patofisiologi gagal ginjal kronik
Ada dua peningkatan teoritis
yang biasanya diajukan untuk menjelaskan gangguan fungsi pada gagal ginjal
kronis, yaitu:
1. Sudut pandang tradisional
Mengatakan bahwa semua unit
nefron telah terserang penyakit, namun dalam stadium yang berbeda-beda dan
bagian-bagian spesifik dari nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia
akan timbul bilamana jumlah nefron sudah sedemikian berkurang sehingga
keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
2. Hipotesis nefron yang utuh atau hipotesis Brecker
Menurut hipotesis ini bila
nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan hancur, namun sisa nefron
yang masih utuh tetap bekerja normal, Uremia akan timbul bilamana jumlah nefron
sudah sedemikian berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak
dapat dipertahankan lagi.
2.4.7 Gejala klinis gagal ginjal kronis
Gagal ginjal kronik disertai
sekelompok tanda dan gejala dengan atau tanpa penurunan curah urin, tetapi
selalu disertai dengan konsentrasi urea dan kreatinin serum yang meningkat.
Pada gagal ginjal kronis,
gejalanya berkembang secara perlahan dan gejalanya kurang jelas terutama pada
stadium awal, hanya bisa ditemukan dengan pemeriksaan laboratorium (15) Namun,
bila GFR telah menurun 5-10 % dari keadaan normal dan terus mendekati nol, maka
pasien akan menderita apa yang disebut sebagai sindrom uremik.
Sindrom
uremik adalah suatu komplek gejala yang disebabkan oleh penumpukan toksin
uremik yang tidak berhasil dikeluarkan dari tubuh akibat menurunnya faal
ginjal. Pada uremia lanjut, maka sebagian fungsi dari hampir semua sistem organ
tubuh dapat menjadi abnormal.
2.4.8 Pemeriksaan laboratorium pada gagal ginjal kronik
Pemeriksaan laboratorium
dilakukan untuk menetapkan adanya gagal ginjal kronis, menentukan ada tidaknya
kegawatan, menentukan derajat gagal ginjal kronis, , tidak semua faal ginjal
perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju
filtrasi glomerulus. Dari pemeriksaan laboratorium yang mendekati laju filtrasi
glomerulus adalah pemeriksaan tes klirens kreatinin (TKK). Namun pemeriksaan ini tidak dilakukan
rutin apalagi pada fasilitas rawat jalan.
Penemuan laboratorium. yang
paling khas pada penderita gagal ginjal kronik adalah peningkatan kadar ureum,
kreatinin darah serat asam metabolik seperti asam urat Bila laju filtrasi
glomerolus turun seperti pada insufisiensi ginjal, kadar BUN dan kreatinin
plasma akan meningkat. Keadaan ini dikenal sebagai azotemia (penimbunan zat
nitrogen dalam darah). Kreatinin darah dinilai lebih sensitif dan merupakan
indikator penyakit ginjal yang lebih spesifik.
2.4.9 Pemeriksaan penunjang pada GGK
Untuk memperkuat diagnosis
sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratoriurn maupun
radiologi.
a. Pemeriksaan radiologi
Menilai keadaan ginjal dan
membantu diagnosis suatu penyakit
- Renogram: untuk mendiagnosa fungsi ginjal.
- Foto Polos Abdomen: menilai bentuk dan besar ginjal, gambaran ureter, kandung kemih dan melihat adanya kalsifikasi atau obstruksi.
- Ultrasonografi: menilai besar dan bentuk ginjal, tebal kortek ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomis sistem pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat.
- Pielografi Intravena (PTV): untuk melihat gambaran kortek ginjal, fungsi kaliks, pelvis, dan ureter
- Pielografi Retrograd: dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversibel atau bila hasil PIV tidak jelas
- Pemeriksaaan EKG: untuk melihat kemungkinan hipertyrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis aritmia dan gangguan elktrolit
- Pemeriksaan foto dada: dapat dilihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), effusi pleura, kardiomegali dan effusi perikardial.
- Perneriksaan radiologi tulang: untuk mencari osteodistrofi (terutama phalang atau jari) dan kalsifikasi metastatik.
b. Biopsi ginjal
Dilakukan bila ada keraguan
diagnostik gagal ginjal kronik atau perlu diketahui etiologinya.
2.4.10 Penatalaksanaan Gagal Ginjal Kronik
Pengobatan gagal ginjal terdiri dan 2 tahap:
Konservatif
Penatalaksanaan konservatif
GGK berrnanfaat bila penurunan faal ginjal masih ringan (11) Tujuan dari
penatalaksanaan konservatif adalah untuk mencegah progresivitas penurunan
ginjal sedini mungkin, meringankan keluhan dan gejala uremik dengan
mempertahankan metabolisme tubuh yang optimal. Dengan demikian, dapat mmgurangi
frekuensi dialisis atau menunda waktu penatalaksanaan secara teknik (2).
Pada penatalaksanaan secara
konservatif diet rendah protein, kalori dan diet rendah fosfat hendaknya
mendapatkan perhatian yang seksama karena diharapkan dapat menurunkan angka
kematian akibat katabolik (2)
Teknik
Tahap ini dimulai pada saat
tindakan konservatif tidak lagi efektif. Pada keadaan ini terjadi gagal ginjal
terminal. Laju infiltrasi glomerulus biasanya kurang dan 2 ml/menit, dan
satu-satunya pengobatan yang efektif adalah dialisis intermiten atau
tranplantasi ginjal (1)
Dialisis juga diperlukan bila ditemukan keadaan
dibawah ini:
-
Asidosis
metabolik yang tidak dapat diatasi dengan obat, hiperkalemia yang tidak dapat
diatasi dengan obat.
-
Overload
cairan (udem paru)
-
Ensefalopati
uremik, penurunan kesadaran
-
Efusi
epikardial
-
Sindroma
uremia: mual, muntah anoreksia, neuropati yang memburuk Prognosis
Penyakit Gagal Ginjal kronik
Prognosis GGK kurang baik
karena dapat menyebabkan kematian akibat komplikasi infeksi yang berat,
kelainan metabolik, kelebihan cairan, dan hipertensi yang tidak terkendali.
Bila disertai keadaan hiperkatabolik angka kematian berkisar antara 50-90%.
Sedangkan bila tanpa hiperkatabolik sekitar 20-40%. Selain itu prognosis
tergantung pada faktor lain seperti infeksi, lamanya fase oligouria, usia
lanjut dan penyebab primer.
Namun seiring dengan
perkembangan teknik dialisis dan transplantasi ginjal selama 2 tahun terakhir
ini, harapan hidup pasien mungkin dapat diperpanjang bertahun-tahun lagi.
2.5 Diagnosis
Berdasarkan anamnesa dapat
ditentukan kecendrungan diagnosa, misalnya terdapat riwayat penyakit
nokturtiria, poliuria dan haus disertai hipertensi dan riwayat penyakit ginjal,
lebih mungkin dipikirkan kearah gagal ginjal kronik. Tanda-tanda uremia klasik
dengan kulit pucat, atropi dengan bekas garukan dan leukopenia tidak terjadi
seketika dan jarang ditemukan pada gagal ginjal akut (3).
- Ilmu Penyakit Dalam, edisi II, Jilid I, FKUI, Jakarta, 1987.
- Mansyoer, A., Kapita Selekta Kedokteran, edisi III, jilid I, Media Aeskulapius , FKUI, Jakarta, 2001.
- Gerald. K., MC, Evoy Pharm D, AHFS, Drugs Information, 1999.
- Dollery, S.C., Therapeutic Drugs, Vol 1, Part 1, Churchill Livingstone, London, 1991.
- Havas Medimedia Indonesia Pte. Ltd. MIMS,Annual Indonesia, Sari Husada, Jakarta, 2000.
- United Stated Pharmacopeia Comvention, The United States Pharmacopeia, Drug Information for Health Care Profesional, 14th ed, The United state Pharmacopeial Conventional mc, Rockville, 1996.
- Pedoman Diagnosa dan Terapi. Ilmu Penyakit Dalam. Dr. Soetomo, Surabaya.