Kolestasis adalah kegagalan aliran cairan empedu masuk duodenum dalam
jumlah normal. Gangguan dapat terjadi mulai dari membrana-basolateral dari
hepatosit sampai tempat masuk saluran empedu ke dalam duodenum.
Dari segi klinis
didefinisikan sebagai akumulasi zat-zat yang diekskresi kedalam empedu seperti
bilirubin, asam empedu, dan kolesterol didalam darah dan jaringan tubuh. Secara
patologi-anatomi kolestasis adalah terdapatnya timbunan trombus empedu
pada sel hati dan sistem bilier.
EPIDEMIOLOGI
Kolestasis pada bayi terjadi pada ± 1:25000 kelahiran hidup. Insiden
hepatitis neonatal 1:5000 kelahiran hidup, atresia bilier 1:10000-1:13000,
defisiensi α-1 antitripsin 1:20000.
Rasio atresia bilier pada anak perempuan dan anak laki-laki adalah 2:1,
sedang pada hepatitis neonatal, rasionya terbalik .Di Kings College
Hospital England antara tahun 1970-1990, atresia bilier 377(34,7%), hepatitis
neonatal 331 (30,5%), α-1 antitripsin
defisiensi 189 (17,4%), hepatitislain 94 (8,7%), sindroma Alagille 61 (5,6%),
kista duktus koledokus 34 (3,1%). Di Instalasi Rawat Inap Anak RSU Dr. Sutomo
Surabaya antara tahun 1999-2004 dari 19270 penderita rawat inap, didapat 96
penderita dengan neonatal kolestasis. Neonatal hepatitis 68 (70,8%), atresia
bilier 9 (9,4%), kista duktus koledukus 5 (5,2%), kista hati 1(1,04%), dan
sindroma inspissated-bile 1 (1,04%).
KLASIFIKASI
Secara garis besar
kolestasis dapat diklasifikasikan menjadi:
1.
Kolestasis ekstrahepatik, obstruksi mekanis saluran empedu ekstrahepatik
Secara
umum kelainan ini disebabkan lesi kongenital atau didapat. Merupakan kelainan
nekroinflamatori yang menyebabkan kerusakan dan akhirnya pembuntuan saluran
empedu ekstrahepatik, diikuti kerusakan saluran empedu intrahepatik. Penyebab
utama yang pernah dilaporkan adalah proses imunologis, infeksi virus terutama
CMV dan Reo virus tipe 3, asam empedu yang toksik, iskemia dan kelainan genetik.
Biasanya penderita terkesan sehat saat lahir dengan berat badan lahir,
aktifitas dan minum normal. Ikterus baru terlihat setelah berumur lebih dari 1
minggu. 10-20% penderita disertai kelainan kongenital yang lain seperti
asplenia, malrotasi dangangguan kardiovaskuler. Deteksi dini dari kemungkinan
adanya atresia bilier sangat penting sebab efikasi pembedahan
hepatik-portoenterostomi (Kasai) akan menurun apabila dilakukan setelah
umur 2 bulan. Pada pemeriksaan ultrasound terlihat kandung empedu
kecil dan atretik disebabkan adanya proses obliterasi, tidak jelas
adanya pelebaran saluran empedu intrahepatik. Gambaran ini tidak spesifik,
kandung empedu yang normal mungkin dijumpai pada penderita obstruksi saluran
empedu ekstra hepatal sehingga tidak menyingkirkan kemungkinan adanya atresi
bilier. Gambaran histopatologis ditemukan adanya portal tract
yang edematus dengan proliferasi saluran empedu, kerusakan saluran dan
adanya trombus empedu didalam duktuli. Pemeriksaan kolangiogram intraoperatif
dilakukan dengan visualisasi langsung untuk mengetahui patensi saluran bilier
sebelum dilakukan operasi Kasai.
2. Kolestasis intrahepatik
a. Saluran Empedu
Digolongkan dalam 2 bentuk, yaitu: (a)
Paucity saluran empedu, dan (b) Disgenesis saluran empedu. Oleh karena secara
embriologis saluran empedu intrahepatik (hepatoblas) berbeda asalnya dari
saluran empedu ekstrahepatik (foregut) maka kelainan saluran empedu dapat
mengenai hanya saluran intrahepatik atau hanya saluran ekstrahepatik saja.
Beberapa kelainan intrahepatik seperti ekstasia bilier dan hepatik fibrosis
kongenital, tidak mengenai saluran ekstrahepatik. Kelainan yang disebabkan oleh
infeksi virus CMV, sklerosing kolangitis, Caroli’s disease mengenai kedua
bagian saluran intra dan ekstra-hepatik. Karena primer tidak menyerang sel hati
maka secara umum tidak disertai dengan gangguan fungsi hepatoseluler. Serum transaminase,
albumin, faal koagulasi masih dalam batas normal. Serum alkali fosfatase dan
GGT akan meningkat. Apabila proses berlanjut terus dan mengenai saluran empedu
yang besar dapat timbul ikterus, hepatomegali, hepatosplenomegali, dan tanda-tanda
hipertensi portal.
Paucity saluran empedu intrahepatik lebih
sering ditemukan pada saat neonatal dibanding disgenesis, dibagi menjadi
sindromik dan nonsindromik. Dinamakan paucity apabila didapatkan < 0,5
saluran empedu per portal tract Contoh dari sindromik adalah
sindrom Alagille, suatu kelainan autosomal dominan disebabkan haploinsufisiensi
padagene JAGGED 1. Sindroma ini ditemukan pada tahun 1975 merupakan penyakit
multiorgan pada mata ( posterior embryotoxin), tulang belakang (butterfly
vertebrae), kardiovaskuler (stenosis katup pulmonal), dan muka yang
spesifik (triangular facial yaitu frontal yang dominan, mata yang
dalam, dan dagu yang sempit). Nonsindromik adalah paucity saluran empedu
tanpa disertai gejala organ lain. Kelainan saluran empedu intrahepatik lainnya
adalah sklerosing kolangitis neonatal, sindroma hiper IgM, sindroma
imunodefisiensi yang menyebabkan kerusakan pada saluran empedu.
b. Kelainan hepatosit
Kelainan primer terjadi
pada hepatosit menyebabkan gangguan pembentukan dan aliran empedu. Hepatosit
neonatus mempunyai cadangan asam empedu yang sedikit, fungsi transport masih
prematur, dan kemampuan sintesa asam empedu yang rendah sehingga mudah terjadi
kolestasis. Infeksi merupakan penyebab utama yakni virus, bakteri, dan parasit.
Pada sepsis misalnya kolestasis merupakan akibat dari respon hepatosit terhadap
sitokin yang dihasilkan pada sepsis. Hepatitis neonatal adalah suatu
deskripsi dari variasi yang luas dari neonatal hepatopati, suatu inflamasi
nonspesifik yang disebabkan oleh kelainan genetik, endokrin, metabolik, dan
infeksi intra-uterin. Mempunyai gambaran histologis yang serupa yaitu adanya
pembentukan multi nucleated giant cell dengan gangguan
lobuler dan serbukan sel radang, disertai timbunan trombus empedu pada
hepatosit dan kanalikuli. Diagnosa hepatitis neonatal sebaiknya tidak dipakai
sebagai diagnosa akhir, hanya dipakai apabila penyebab virus, bakteri, parasit,
gangguan metabolik tidak dapat ditemukan.
PATOFISIOLOGI
Empedu adalah cairan yang disekresi hati berwarna hijau kekuningan
merupakan kombinasi produksi dari hepatosit dan kolangiosit. Empedu mengandung
asam empedu, kolesterol, phospholipid, toksin yang terdetoksifikasi,
elektrolit, protein, dan bilirubin terkonyugasi. Kolesterol dan asam empedu
merupakan bagian terbesar dari empedu sedang bilirubin terkonyugasi
merupakan bagian kecil. Bagian utama dari aliran empedu adalah sirkulasi
enterohepatik dari asam empedu. Hepatosit adalah sel epetelial dimana
permukaan basolateralnya berhubungan dengan darah portal sedang permukaan
apikal (kanalikuler) berbatasan dengan empedu. Hepatosit adalah epitel
terpolarisasi berfungsi sebagai filter dan pompa bioaktif memisahkan racun
dari darah dengan cara metabolisme dan detoksifikasi intraseluler, mengeluarkan
hasil proses tersebut kedalam empedu. Salah satu contoh adalah penanganan dan
detoksifikasi dari bilirubin tidak terkonyugasi (bilirubin indirek). Bilirubin
tidak terkonyugasi yang larut dalam lemak diambil dari darah oleh transporter
pada membran basolateral, dikonyugasi intraseluler oleh enzim UDPGTa yang mengandung
P450 menjadi bilirubin terkonyugasi yang larut air dan dikeluarkan kedalam empedu
oleh transporter mrp2. mrp2 merupakan bagian yang bertanggungjawab terhadap
aliran bebas asam empedu. Walaupun asam empedu dikeluarkan dari hepatosit
kedalam empedu oleh transporter lain, yaitu pompa aktif asam empedu. Pada
keadaan dimana aliran asam empedu menurun, sekresi dari bilirubin terkonyugasi
juga terganggu menyebabkan hiperbilirubinemia terkonyugasi. Proses yang terjadi
di hati seperti inflamasi, obstruksi, gangguan metabolik, dan iskemia menimbulkan
gangguan pada transporter hepatobilier menyebabkan penurunan aliran empedu
dan hiperbilirubinemi terkonyugasi.
Perubahan fungsi hati
pada kolestasis
Pada kolestasis yang
berkepanjangan terjadi kerusakan fungsional dan struktural:
A.
Proses transpor hati
Proses sekresi dari kanalikuli terganggu, terjadi inversi pada fungsi
polaritas dari hepatosit sehingga elminasi bahan seperti bilirubin
terkonyugasi, asam empedu, dan lemak kedalam empedu melalui plasma membran
permukaan sinusoid terganggu.
B.
Transformasi dan
konyugasi dari obat dan zat toksik
Pada kolestasis berkepanjangan efek detergen dari asam empedu akan
menyebabkan gangguan sitokrom P-450. Fungsi oksidasi, glukoronidasi, sulfasi
dan konyugasi akan terganggu.
C.
Sintesis protein
Sintesis protein seperti alkali fosfatase dan GGT, akan meningkat sedang
produksi serum protein albumin-globulin akan menurun.
D.
Metabolisme asam empedu
dan kolesterol
Kadar asam empedu intraseluler meningkat beberapa kali, sintesis asam
empedu dan kolesterol akan terhambat karena asam empedu yang tinggi menghambat
HMG-CoAreduktase dan 7 alfa-hydroxylase menyebabkan penurunan asam empedu
primer sehingga menurunkan rasio trihidroksi/dihidroksi bile acid sehingga
aktifitas hidropopik dan detergenik akan meningkat. Kadar kolesterol darah
tinggi tetapi produksi di hati menurun karena degradasi dan eliminasi di
usus menurun.
E.
Gangguan pada
metabolisme logam
Terjadi penumpukan logam terutama Cu karena ekskresi bilier yang menurun.
Bila kadar ceruloplasmin normal maka tidak terjadi kerusakan hepatosit oleh Cu
karena Cu mengalami polimerisasi sehingga tidak toksik.
F.
Metabolisme cysteinyl
leukotrienes
Cysteinyl leukotrienes suatu zat bersifat proinflamatori dan vasoaktif
dimetabolisir dan dieliminasi dihati, pada kolestasis terjadi kegagalan proses
sehingga kadarnya akan meningkat menyebabkan edema, vasokonstriksi, dan
progresifitas kolestasis. Oleh karena diekskresi diurin maka
dapat menyebabkan vaksokonstriksi pada ginjal.
G.
Mekanisme kerusakan hati
sekunder
1. Asam empedu, terutama litokolat merupakan zat yang menyebabkan kerusakan
hati melalui aktifitas detergen dari sifatnya yang hidrofobik. Zat ini akan
melarutkan kolesterol dan fosfolipid dari sistim membran sehingga intregritas
membran akan terganggu. Maka fungsi yang berhubungan dengan membran seperti
Na+, K + -ATPase, Mg++ -ATPase, enzim-enzim lain dan fungsi transport
membran dapat terganggu, sehingga lalu lintas air dan bahan-bahan lain melalui
membran juga terganggu. Sistim transport kalsium dalam hepatosit juga
terganggu. Zat-zat lain yang mungkin berperan dalam kerusakan hati adalah
bilirubin, Cu, dan cysteinyl leukotrienes namun peran utama dalam kerusakan
hati pada kolestasis adalah asam empedu.
2. Proses imunologis
Pada kolestasis didapat molekul HLA I yang mengalami display secara
abnormal pada permukaan hepatosit, sedang HLA I dan II diekspresi pada
saluran empedu sehingga menyebabkan respon imun terhadap sel hepatosit dan sel
kolangiosit. Selanjutnya akan terjadi sirosis bilier.
MANIFESTASI KLINIS
Tanpa memandang etiologinya, gejala klinis utama pada kolestasis bayi
adalah ikterus, tinja akholis, dan urine yang berwarna gelap. Selanjutnya akan
muncul manifestasis klinis lainnya, sebagai akibat terganggunya aliran empedu
dan bilirubin. Dibawah ini bagan yang menunjukkan konsekuensi akibat terjadinya
kolestasis
DIAGNOSIS
Tujuan utama evaluasi bayi dengan kolestasis adalah membedakan antara
kolestasis intrahepatik dengan ekstrahepatik sendini mungkin. Diagnosis dini
obstruksi bilier ekstrahepatik akan meningkatkan keberhasilan operasi.
Kolestasis intrahepatik sepertisepsis, galaktosemia atau endrokinopati dapat
diatasi dengan medikamentosa.
Anamnesis
a) Adanya ikterus pada bayi usia lebih dari 14 hari, tinja akolis yang
persisten harusdicurigai adanya penyakit hati dan saluran bilier.
b) Pada hepatitis neonatal sering terjadi pada anak laki-laki, lahir
prematur atau berat badan lahir rendah. Sedang pada atresia bilier sering
terjadi pada anak perempuan dengan berat badan lahir normal, dan memberi gejala
ikterus dan tinja akolis lebih awal.
c) Sepsis diduga sebagai penyebab kuning pada bayi bila ditemukan ibu yang
demam atau disertai tanda-tanda infeksi.
d) Adanya riwayat keluarga menderita kolestasis, maka kemungkinan besar
merupakan suatu kelainan genetik/metabolik (fibro-kistik atau defisiensi α1-antitripsin)
Pemeriksaan fisik
Pada umumnya gejala ikterik pada neonatus baru akan terlihat bila kadar
bilirubin sekitar 7 mg/dl. Secara klinis mulai terlihat pada bulan pertama.
Warna kehijauan bila kadar bilirubin tinggi karena oksidasi bilirubin menjadi
biliverdin. Jaringan sklera mengandung banyak elastin yang mempunyai afinitas
tinggi terhadap bilirubin, sehingga pemeriksaan sklera lebih sensitif.
Dikatakan pembesaran
hati apabila tepi hati lebih dari 3,5 cm dibawah arkus kota pada garis
midkla vikula kanan. Pada perabaan hati yang keras, tepi yang tajam
dan permukaan noduler diperkirakan adanya fibrosis atau sirosis. Hati yang
teraba pada epigastrium mencerminkan sirosis atau lobus Riedel (pemanjangan
lobus kanan yang normal). Nyeri tekan pada palpasi hati diperkirakan adanya
distensi kapsul Glisson karenaedema. Bila limpa membesar, satu dari beberapa
penyebab seperti hipertensi portal, penyakit storage, atau keganasan harus
dicurigai. Hepatomegali yang besar tanpa pembesaran organ lain dengan
gangguan fungsi hati yang minimal mungkin suatu fibrosishepar kongenital. Perlu
diperiksa adanya penyakit ginjal polikistik. Asites menandakan adanya
peningkatan tekanan vena portal dan fungsi hati yang memburuk. Pada neonatus dengan
infeksi kongenital, didapatkan bersamaan dengan mikrosefali,
korioretinitis, purpura, berat badan rendah, dan gangguan organ lain.
PENATALAKSANAAN
Penggobatan paling
rasional untuk kolestasis adalah perbaikan aliran empedu ke dalam usus. Pada
prinsipnya ada beberapa hal pokok yang menjadi pedoman
dalam penatalaksanaannya, yaitu :
1.
Sedapat mungkin
mengadakan perbaikan terhadap adanya gangguan aliran empedu
2.
Mengobati komplikasi
yang telah terjadi akibat adanya kolestasis
3.
Memantau sedapat mungkin
untuk mencegah kemungkinan terjadinya keadaan fatal yang dapat mengganggu
proses regenerasi hepar
4.
Melakukan usaha-usaha
yang dapat mencegah terjadinya gangguan pertumbuhan
5.
Sedapat mungkin
menghindari segala bahan/keadaan yang dapat merusak hepar.
Dalam hal ini pengobatan dibagi dalam 2 golongan besar, yaitu:
·
Tindakan medis
Ø Perbaikan aliran empedu: pemberian fenobarbital dan kolestiramin, ursodioxy
cholic acid (UDCA).
Ø Aspek gizi: lemak sebaiknya diberikan dalam bentuk MCT (medium chain triglyceride)
karena malabsorbsi lemak. Diberikan tambahan vitamin larutlemak
· Tindakan bedah
Tujuannya untuk
mengadakan perbaikan langsung terhadap kelainan saluran empedu yang ada.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar