Etanol
Etanol adalah bahan cairan yang
telah lama digunakan sebagai obat dan merupakan bentuk alkohol yang terdapat
dalam minuman keras seperti bir, anggur, wiskey maupun minuman lainnya. Etanol
merupakan cairan yang jernih tidak berwarna, terasa membakar pada mulut maupun
tenggorokan bila ditelan. Etanol mudah sekali larut dalam air dan sangat
potensial untuk menghambat sistem saraf pusat terutama dalam aktifitas sistem
retikular. Aktifitas dari etanol sangat kuat dan setara dengan bahan anastetik
umum. Tetapi toksisitas etanol relatif lebih rendah daripada metanol ataupun
isopropanol.
Mekanisme toksisitas
Secara pasti mekanisme toksisitas etanol belum banyak diketahui.
Beberapa hasil penelitian dilaporkan bahwa etanol berpengaruh langsung pada
membran saraf neuron dan tidak pada sinapsisnya (persambungan saraf). Pada
daerah membran tersebut etanol
mengganggu transport ion. Pada penelitian invitro menunjukkan bahwa ion Na+,
K+- ATP ase dihambat oleh etanol. Pada konsentrasi 5 – 10% etanol
memblok kemampuan neuron dalam impuls listrik, konsentrasi tersebut jauh lebih
tinggi daripada konsentrasi etanol dalam sistem saraf pusat secara invivo.
Pengaruh etanol pada sistem saraf
pusat berbanding langsung dengan konsentrasi etanol dalam darah. Daerah otak
yang dihambat pertama kali ialah sistem retikuler aktif. Hal tersebut
menyebabkan terganggunya sistem motorik dan kemampuan dalam berpikir. Disamping
itu pengaruh hambatan pada daerah serebral kortek mengakibatkan terjadinya
kelainan tingkah laku. Gangguan kelainan tingkah laku ini bergantung pada
individu, tetapi pada umumnya penderita turun daya ingatnya. Gangguan pada
sistem saraf pusat ini sangat bervariasi biasanya berurutan dari bagian kortek
yang terganggu dan merambat ke bagian medula (lihat Tabel 1).
Tabel 1. Gejala
yang diakibatkan oleh toksisitas etanol
Gejala
klinis
|
Konsentrasi
alkohol dalam darah (%)
|
Bagian
otak yang terkena
|
1.
Ringan.
-
Penglihatan menurun
-
Reaksi lambat
-
Kepercayaan diri meningkat
|
0,005
– 0,10
|
Lobus
depan
|
2.
Sedang
-
Sempoyongan
-
Berbicara tidak menentu
-
Fungsi saraf motorik menurun
-
Kurang perhatian
-
Diplopia
-
Gangguan persepsi
-
Tidak tenang
|
0,15
– 0,30
|
Lobus
parietal
Lobus
ocipitalis
Serebellum
|
3.
Berat
-
Gangguan penglihatan
-
Depresi
-
Stupor
|
0,30
– 0,50
|
Lobus
ocipitalis
Serebellum
Diencephalon
|
4.
Koma
-
Kegagalan pernafasan
|
0,50
|
Medulla
|
Sumber: Gossel and Bricker, 1984
Absorpsi
Karena sifat etanol yang mudah larut dalam air dan lemak, penghantar
listrik yang lemah, ukuran molekul yang relatif kecil, maka etanol mudah sekali
masuk melalui membran sel dengan difusi. Alkohol mudah sekalit diabsorpsi
melalui dinding gastrointestinal, terutama bila kondisi lambung yang kosong.
Tetapi lokasi yang efisien dalam penyerapan etanol ialah didalam usus kecil dan
kurang efisien di dalam lambung dan usus besar. Walaupun etanol mempunyai berat
molekul yang kecil, agak lama etanol terlarut dalam lemak dan proses
pelarutannya adalah secara difusi pasif. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi proses absorpsi ini yaitu:
-
Kondisi lambung dalam keadaan
kosong atau berisi. Hal ini sangat penting dalam pengaturan absorpsi alkohol.
Pada lambung keadaan kosong, absorpsi sempurna terjadi dalam waktu 1 atau 2
jam, tetapi pada lambung keadaan berisi penuh makanan absorpsi terjadi sampai 6
jam.
-
Komposisi larutan etanol yang
diminum. Minuman bir lebih lambat diabsorpsi dari pada anggur (wine) dan anggur
lebih lambat daripada spiritus. Pada umumnya minuman keras yang mengandung
karbon diabsorpsi lebih cepat, karena senyawa karbon dioksida (CO2)
dapat mengambil alih isi lambung.
Distribusi
Setelah diabsorpsi, alkohol kemudian didistribusikan kesemua
jaringan dan cairan tubuh serta cairan jaringan. Keseimbangan terjadi diantara
cairan jaringan, darah dan kompartemen jaringan itu sendiri. Disamping itu
etanol sangat mudah sekali menembus jaringan otak dan plasenta. Akhir-akhir ini
yang menjadikan perhatian adalah ibu hamil yang menjadi peminum minuman keras
yang mengandung alkohol dan pengaruhnya terhadap fetus yang dikandungnya.
Distribusi alkohol antara alveoler paru dengan darah sangat bergantung pada
kecepatan difusi, tekanan gas dan konsetrasi alkohol dalam kapiler paru. Rasio
distribusi antara alveoler paru dengan darah adalah 1:2100.
Seorang peneliti Swedia
mengembangkan metoda untuk memperkirakan jumlah alkohol yang diperlukan
sehingga dapat terdeteksi dalam darah.
Formulanya
adalah:
A=WrCT / 0,8
Dimana: A=
etanol (ml) yang diminum
W= berat badan (g)
r= rasio distribusi etanol: pria=
0,68 dan wanita= 0,55
CT= konsentrasi alkohol dalam darah
0,8= berat jenis alkohol
r: dihitung dari
persentase alkohol dalam tubuh dibagi persentase alkohol dalam darah
r= % alkohol dalam tubuh :
% alkohol dalam darah
Penetapan rasio
distribusi untuk pria = 0,68 dan wanita = 0,55, disebabkan karena wanita
biasanya kurang kendungan airnya dalam tubuh, tetapi lebih besar kandungan
jaringan lemaknya.
Pada pria dengan berat badan sekitar
68,1 Kg meminum minuman keras sekitar 30 ml yang mengandung 50% etanol
(whiskey) atau setara dengan 360 ml beer yang mengandung 5% etanol. Setelah
semua diabsorpsi tubuh ternyata kandungan alkohol dalam darah ialah:
0,025% (2,5
mg%), perhitungaanya adalah sebagai berikut:
A=WrCT/0,8=
68,100X0,68X0,025% : 0,8= 11,58/0,8
A= sekitar 15 ml
Sedangkan untuk memperkirakan
kandungan alkohol dalam darah (KAD), untuk orang yang beratnya sekitar 150
pond, atau kandungan alkohol dalam minuman keras sekitar 50%, maka KAD menjadi
cukup proporsional. Dengan formulasi dibawah ini akan dapat diperkirakan jumlah
KAD maksimum.
150/bb X %EtOH/50 X Juml.
Alk. Yang diminum (ons) X 0,025%= KADmaks
Pada kasus overdosis teanol akut, kadang
formula tersebut diatas sangat berguna untuk memperkirakan KAD dari si
penderita, bilamana diketahui jumlah minuman keras yang diminum. Sehingga
jumlah ini dapat diperkirakan dengan melihat gejala yang timbul dari si
penderita (Walgreen, 1970).
Metabolisme
Mengetahui proses metabolisme etanol
sangat berguna untuk meramalkan atau menangani suatu kasus toksisitas etanol.
Sekitar 90-98% etanol yang diabsorpsi dalam tubuh akan mengalami oksidasi oleh
enzim. Biasanya sekitar 2-10% diekskresikan tanpa mengalami perubahan, baik
melalui paru maupun ginjal. Sebagian kecil dikeluarkan melalui keringat, air
mata, empedu, cairan lambung dan air ludah. Tetapi perlu diingat bahwa
konsentrasi alkohol selalu sama dengan kandungan cairan jaringan atau disebut
cairan tubuh.
Proses oksidasi enzimatik etanol
pertama terjadi dalam hati kemudian dalam ginjal. Proses metabolisme melibatkan
tiga jenis enzim. Pada proses pertama etanol dioksidasi menjadi acetaldehyd
oleh enzim “alkohol dehydrogenase” dan memerlukan kovaktor NAD (nicotinamid
adenin dinucleotida). Enzim alkohol dehydrogenase dalam hati adalah enzim yang
tidak spesifik, enzim ini juga mengubah alkohol primer lainnya menjadi aldehyd,
begitu juga pada alkohol sekunder dan keton.
Pada tahap kedua acealdehyd diubah menjadi
asam asetat oleh enzim aldehyd dehydrogenase juga dibantu oleh kovaktor NAD.
Tahap berikutnya diubah lagi menjadi acetyl coenzim A (CoA), yang kemudian CoA
masuk kedalam siklus Krebs dan mengalami metabolisme menjadi CO2 dan
H2O (Gambar 2.1).
C2H5OH + NAD+ alkohol-dehydrogenase(ADH)->CH3CHO
+NADH
Etilalkohol---------------------------àacetaldehyd
CH3CHO + NAD+ aldehyd-dehydrogenase__àCH3COOH + NADH
Acetaldehyd-----------------------àasam asetat
CoA
AsetylCoA
àsiklus Krebs
CO2
H2O
Gambar 2.1. Proses biokimiawi metabolisme etanol
Proses metabolisme etanol
mengakibatkan terjadinya pengubahan NAD menjadi reduksi NAD (NADH). Hal
tersebut menyebabkan penurunan rasio antara NAD:NADH di dalam hati, sehingga
terjadi gangguan metabolisme karbohidrat (energi), karena intoksikasi dari
etanol. Misalnya terjadinya gejala hipoglikemia setelah terjadi intoksikasi
alkohol secara kronis ataupun akut. Walaupun terjadi gangguan metabolisme yang
disebabkan keracunan etanol sangat
komplek, tetapi dapat diduga bahwa hambatan proses glukoneogenesis oleh etanol
adalah akibat dari kekurangan NAD. Oleh sebab itu asam amino yang biasanya
masuk kedalam jalur glikolisis dan siklus asam trikarboksilat (TCA) berubah
kelain jalur. Sebagai akibatnya terjadi penurunan kandungan oksaloasetat dan
pyruvat dan terjadi penimbunan laktat dan ketoasit. Juga terjadi reduksi dalam
metabolisme gliserol yang mengakibatkan terjadinya penimbunan lemak didalam
hati.
Gejala klinis
Gejala yang menciri dari keracunan etanol sangat bervariasi dari
yang sifatnya ringan yaitu ataxia (sempoyongan) sampai berat yaitu koma (tidak
sadarkan diri). Pada intoksikasi yang berat, penderita menunjukkan gejala
stuppor (tidak bereaksi) atau menjadi koma. Kulit teraba dingin, bau nafas tercium
alkohol, suhu tubuh dan frekwensi nafas menurun, kadang denyut jantung
meningkat. Kejadian koma karena keracunan alkohol biasanya KAD nya mencapai 300
mg% atau 0,3 %. Pada konsentrasi kurang dari 100 mg%, lobus frontal otak
terpengaruh sehingga tidak berfungsi.
Gejala subyektif termasuk
peningkatan percaya diri “tidak mengikuti peraturan” dan daya penglihatan
menurun. Bila KAD meningkat dari 0,1% menjadi 0,2%, lobus parietal otak
terpengaruh. Pada kondisi tersebut terjadi penurunan daya syaraf motorik,
bicara terbata-bata, tremor dan ataksia. Bila KAD mencapai 0,3% akan
berpengaruh terhadap serebelum dan juga lobus osipitalis dan serebelum. Pada
kondisi ini penderita akan terganggu keseimbangannya dan persepsinya. Bilamana
KAD mencapai LD50 (sekitar 0,45-0,5%), penderita akan koma, pernafasan sesak,
pembuluh darah tepi (perifer) tidak berfungsi. Pada konsisi tersebut bagian
medula otak terpengaruh dan kondisi menjadi sangat kritis.
Pengobatan
Pasien penderita intoksikasi yang
berat, tubuhnya harus dijaga selalu hangat dan isi perut harus segera
dikeluarkan. Prioritas pertama yang dilakukan ialah dengan pemvberian
pernafasan buatan, diberikan infus 10-50% dextrosa secara intravena untuk
menjaga kadar glukosa darah. Pemberian sodium bikarbonat cukup baik sebgai
antidotum untuk mencegah terjadinya asidosis. Perlakuan hemodialisis diperlukan
bila KAD mencapai 0,4%.
(Drh. Darmono MSc.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar