2.1 Definisi
Definisi
hipertensi adalah tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg dan tekanan darah diastolik
≥ 90 mmHg, atau bila pasien memakai obat antihipertensi. (1,2,3)
2.2 Etiologi (1,2,3,6)
Berdasarkan
penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan yaitu :
1. Hipertensi essensial atau hipertensi primer yang
tidak diketahui penyebabnya ,disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat
sekitar 90 % kasus. Banyak faktor yang
mempengaruhi seperti genetik, lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin angiostensin, defek dalam
eksresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang
meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok, serat polistemia.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Terdapat
sekitar 5 % kasus. Penyebab spesifiknya tidak diketahui, seperti penggunaan
estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperaldosteronisme
primer dan sindrom Cushing, feokromositoma, koartasio aorta, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain.
2.3 Manifestasi
Klinis
Peninggian
tekanan darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian gejala
baru muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung.
Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah,
telinga berdengung, rasa berat di tengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang
dan pusing (1,3).
2.4 Pemeriksaan
Penunjang
Pemeriksaan
laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan menentukan
adanya kerusakan organ dan faktor resiko lain atau mencari penyebab hipertensi.
Biasanya diperiksa urinalisa, darah perifer pelengkap, kimia darah (kalium,
natrium, kreatinin, gula darah puasa, koleterol total, kolesterol HDL dan EKG)
(1).
Sebagai
tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain seperti klirens kreatinin, protein
urin 24 jam, asam urat, kolesterol LDL, TSH, dan ekokardiografi.
2.5 Diagnosis
Diagnosis
hipertensi tidak dapat ditegakkan dalam satu kali pengukuran, hanya dapat
ditetapkan setalah dua kali atau lebih pengukuran pada kunjungan yang berbeda,
kecuali terdapat kenaikan yang tinggi atau gejala-gejala klinis. Pengukuran
tekanan darah dilakukan dalam keadaan pasien duduk bersnadar setalah
beristirahat selam 5 menit, dengan ukuran pembungkus lengan yang sesuai
(menutupi lengan 80 % lengan). Tensimeter dengan air raksa masih tetap dianggap
sebagi alat ukur yang terbaik (1,4).
Anamnese
yang dilakukan meliputi tingkat hipertensi dan lama menderitanya, riwayat dan
gejala penyakit-penyakit yang berkaitan, seperti penyakit jantung koroner,
gagal jantung, penyakit serebrovaskuler dan lainnya. Apakah terdapat riwayat
penyakit dalam keluarga, gejala-gejala yang berkaitan dengan penyebab
hipertensi, perubahan aktiviatas / kebiasaan (seperti merokok) konsumsi
makanan, riwayat obat-obat bebas, hasil dan efek samping terapi atau hipertensi
sebelumnya bila ada, dan faktor psikososial lingkungan (keluarga, pekerjaan,
dan sebagainya) (1,4).
Dalam
pemeriksaan fisik dilakukan pengukuran tekanan darah dua kali atau lebih dengan
jarak 2 menit, kemudian diperiksa ulang pada lengan kontralateral. Dikaji
perbandingan berat badan dan tinggi pasien. Kemudian dilakukan pemeriksaan
funduskopi untuk mengetahui adanya retinopati hipertensif, pemeriksaan leher
untuk mencari bising karotid.Pembesaran vena dan kelenjer tiroid. Dicari
tanda-tanda gangguan irama dan denyut jantung, pembesaran ukuran, bising,
derap, dan bunyi jantung ketiga atau empat. Paru diperiksa untuk mencari ronki
dan bronkospasme. Pemeriksaan abdomen dilakukan untuk mencari adanya massa,
pembesaran ginjal dan pulsasi aorta yang abnormal. Pada ekstremitas dapat
ditemukan pulsasi arteri perifer yang menghilang, edema dan bising. Dilakukan
juga pemeriksaan neurologi (1,4).
2.6
Penatalaksaan
Untuk
mencegah atau mengurangi komplikasi hipertensi, maka pendekatan terapi mengacu
pada Guidelines Management of Hipertension
dari WHO. Dalam petunjuk tersebut mengenai saat untuk memulai terapi, dan
jenis terapi yang diberikan harus sesuai dengan pembagian hipertensi
berdasarkan faktor resiko, kerusakan organ sasaran dan kondisi klinik terkait.
Tujuan terapi adalah mencapai dan mempertahankan tekanan darah dalam batas
normal dan mengontrol faktor resiko dengan cara modifiksi gaya hidup atau
dengan disertai pemberian obat antihipertensi (1,3,5).
Modifikasi
gaya hidup merupakan cara teraman dan termurah dalam mengatasi hipertensi. Penderita
hipertensi yang disertai dengan penyakit kencing manis (DM), kerusakan organ
target atau dengan kondisi klinik terkait (penyakit jantung, ginjal,
serebrovaskuler) sudah harus diterapi dengan obat antihipertensi (OAH). Modifikasi gaya hidup dapat dilakukan
melalui langkah-langkah : menurunkan berat badan bila berlebih (indeks massa
tubuh ≥ 27), membatasi alkohol, meningkatkan aktivitas fisik aerobik (30 -45
menit / hari), mengurangi asupan natrium / garam (< 100 mmol Na / 2,4 g Na /
6 g NaCl perhari ), mempertahankan asupan kalium yang adekuat (90 mmol/ hari),
mempertahankan asupan kalsium dan magnesium secara adekuat, berhenti merokok,
dan mengurangi asupan lemak jenuh dan kolesterol dalam makanan (1,3,5).
Prinsip
pemberian obat antihipertensi adalah dengan memakai dosis awal yang kecil
terlebih dahulu, lalu secara bertahap ditingkatkan sesuai dengan kebutuhan dan
usia. Saat ini telah ada obat yang berisi kombinasi dari dua obat yang
berlainan dengan dosis yang rendah dan terbukti kombinasi ini dapat meningkatkan
efektivitas dari masing-masing obat dan yang lebih penting lagi dapat
mengurangi efek samping. Pada beberapa penderita kemungkinan pengobatan dapat
dimulai dengan dua obat sekaligus. Obat-obat anti hipertensi (OAH) antara lain
golongan diuretik, ACEI, Antagonis Ca, β-bloker dan α- bloker. Penentuan jenis
dan dosis harus dikonsultasikan oleh dokter yang menanganinya pada saat
pemeriksaan rutin dan diminum secara teratur (1,3,5).
Pada
umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat, yaitu apabila tekanan
distolik sama atau lebih 130 mmHg atau kenaikan tekanan darah yang mendadak
tinggi. Komplikasi serebrovaskuler dan komplikasi jantung sering ditemukan
disamping adanya komplikasi pada organ-organ sasaran utamanya yaitu, jantung,
ginjal, mata dan susunan saraf pusat. Pada jantung menyebabkan gagal jantung,
pada ginjal menyebabkan gagal ginjal, pada mata menyebabkan retinopati dan pada
susunan saraf pusat menyebabkan stroke (1,5).
Walaupun
penyakit ini tidak dapat disembuhkan namun dapat dikendalikan melalui
modifikasi maupun gaya hidup serta atau tanpa pengobatan. Oleh karena itu
penting bagi penderitanya untuk memeriksakan diri dan melaksanakan pengobatan
secara teratur, dan yang penting bagi yang belum menderita dengan pencegahan
sedini mungkin melalui gaya hidup yang sehat (1,5).
1.
Mansjoer, A., Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III,
Jilid I, Media Esculapius, Jakarta 2000
2.
Katzung, B.G., Farmakologi Dasar dan Klinik, Buku 1,
Penerjemah Bagian Farmakologi FKUI, Salemba Medika, Jakarta, 2001
3.
Bagian
Farmakologi Universitas Indonesia, Farmakologi
dan Terapi, Edisi IV (dengan perbaikan), Universitas Indonesia, 1995
4.
Lab / UPF Ilmu
Penyakit Dalam, Pedoman Diagnosa dan
Terapi Ilmu Penyakit Dalam, RSUD Dr. Sutomo, Surabaya, 1994
5.
Livingstone,
C., Clinical Pharmacy and Therapeutic,
Longman Singapore Publisher, Singapore, 1994
Tidak ada komentar:
Posting Komentar