Contoh antioksidan yaitu vitamin E, vitamin C, kelompok karetonoid (beta
karoten, likopen, dan lutein), serta kelompok flavonoid. Sedangkan contoh
mineral antioksidan yaitu selenium dan seng. Secara alami, antioksidan dapat
diperoleh dari sayur dan buah yang kita konsumsi setiap hari. Namun, bagaimana
mekanisme kerjanya?
Vitamin antioksidan yang cukup terkenal adalah vitamin C dan E. Vitamin C
mencegah oksidasi pada molekul yang berbasis cairan, misalnya plasma darah dan
mata. Sedangkan vitamin E yang larut dalam lemak bekerja pada sel lipid dan
sirkulasi kolesterol.
Sebuah studi yang diterbitkan dalam New England Journal of Medicine
menunjukkan bahwa vitamin E dapat memperlambat gejala Azheimer. Journal of the
American Medical Association juga menyatakan bahwa vitamin E dapat mencegah
penyakit jantung koroner. Sedangkan menurut Journal Ophtalmology, vitamin E
dapat menurunkan risiko terjadinya katarak.
Cara kerja vitamin E sebagai antioksidan adalah dengan menyumbangkan
elektron kepada radikal bebas. Karena itu, vitamin E yang kaku akan berubah
menjadi vitamin E yang radikal. Untuk menjinakkannya, diperlukan vitamin C yang
akhirnya akan membuat vitamin C juga menjadi radikal. Di sinilah, glutation
akan muncul untuk menetralkan vitamin C.
Mineral
Jika vitamin C dan E bertindak sebagai antioksidan
langsung, mineral sendiri akan berperan sebagai komponen antioksidan tubuh
(endogen). Selenium, misalnya, merupakan komponen penting glutation
peroksidase. Selenium juga bekerja secara sinergis dengan vitamin E. Sebuah
studi yang diterbitkan dalam jurnal The Lancet menyatakan bahwa mereka yang
kekurangan selenium akan lebih berisiko menderita kanker dibandingkan mereka
yang berkecukupan selenium.
Seng (Zn) juga merupakan mineral antioksidan yang cukup penting. Seng akan
membantu mencegah oksidasi lemak dan diperlukan oleh tubuh untuk memproduksi
antioksidan superoksida dismutase. Keberadaan seng dibutuhkan juga untuk
menjaga kadar vitamin E dalam darah sehingga membran sel darah merah dapat
terlindungi dari efek oksidasi mineral lainnya.
Zat antioksidan dalam tumbuhan dibedakan menjadi flavonoid yang larut dalam air
dan karotenoid yang larut dalam lemak. Flavonoid mampu memperbaiki
ketidakseimbangan sistem antioksidan dalam tubuh. Diketahui ada lebih dari
4.000 jenis flavonoid, seperti epigalokatekin dalam teh hijau, isoflavon dalam
kedelai, dan lain-lain.
Contoh karotenoid yaitu beta karoten, alfa karoten, likopen, dan lutein. Ada
sekitar 700 karetonoid di alam dan sekitar 50 jenisnya dapat diserap oleh
tubuh. Beberapa karotenoid dapat berperan sebagai pembentuk (prekursor) vitamin
A dan mampu memerangi radikal bebas.
Antioksidan bekerja sebagai sebuah sistem untuk menghentikan kerusakan akibat
radikal bebas. Oleh karena itu, para ahli nutrisi menyarankan agar kita sering
mengonsumsi produk yang mengandung banyak variasi antioksidan, kombinasi
vitamin, mineral, dan zat berkhasiat lainnya.
Meskipun diketahui bersifat baik, antioksidan yang berlebihan juga dapat
berbahaya bagi tubuh. Vitamin C yang berlebihan akan berpotensi menjadi vitamin
C radikal yang bersifat radikal bebas, sehingga glutation tidak cukup untuk
menetralkannya. Selain itu, kelebihan vitamin C (sintetis) akan membuat ginjal
bekerja semakin keras.
Begitu juga dengan vitamin E. Sebuah teori menyatakan bahwa kelebihan
vitamin E dapat mengganggu proses pembekuan darah. Selain itu, vitamin E juga
dapat terakumulasi dalam jaringan tubuh yang mangandung lemak (misalnya organ
hati) dan berpotensi dapat meracuninya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar